MAKALAH
KEBENARAN ILMIAH DAN NON ILMIAH
Makalah Ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu :
Dra.
Hj. Ermi Suhasti Syafe’I, M.SI.
Penyusun :
Ahmad
Misbahul Anwar (16350046)
Muhammad
Qosim A. (16350071)
Muhammad
Nisful M. (16350060)
Hilmanudin
Wirayuda (16350051)
Rofika
Duri (16350045)
JURUSAN AL AHWAL ASY SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TEORI
KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran ilmiah berbeda
dengan kebenaran non-ilmiah. Kattsoff berpendapat, kebenaran sama dengan
proporsi/proposition. Ini lebih tertuju pada makna atau simantik ketimbang
pernyataan atau sintaksis. Orang bisa saja membuat pernyataan dengan memakai
susunan kalimat yang tepat, namun belum tentu hal itu bermakna.
a.
Kebenaran
Proporsi
Proporsi
adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat diantara dua istilah. Ada tiga
hal pokok dalam suatu proporsi, yaitu subyek, predikat, dan tanda (kopula).
Contoh : “Setiap manusia adalah tidak kekal”. Setiap manusia (subyek), dan
tidak kekal (predikat), sedangkan kata adalah merupakan “kopula”. Statemen
tersebut dilihat dari struktur kalimatnya adalah sempurna, serta makna yang
dimilikinya pun sungguh-sungguh benar. Dengan demikian ia dapat dikatakan
sebagai sebuah proporsi.Suatu proposisi mengandung suatu makna, jika proposisi
itu membuat perubahan.contoh:Kita tersesat di hutan, setelh sejenak
mempertimbangkanya, kita berkata paada diri kita sendiri,”Jalan keluarnya ialah
ke kiri”Proposisi ini mengandung makna bagi kita, jika kita kemudian berjalan
ke kiri. Dengan kata lain, kita menghadapi masalah untuk keluar dari hutan dan
kita telah mengucapkan suatu proposisi yang merupakan hipotesa mengenai cara
untuk keluar dari hutan.
b.
Kebenaran
Pragmatis
Sesuatu
(pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan
bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sorang laki-laki
yang meminta izin kepada istrinya untuk berpoligami. Karena berpoligami dalam
agama itu diakui dan disunnahkan. seorang laki-laki yang meminta izin kepada
istrinya untuk berpoligami bersifat pragmatis, artinya dia ingin memenuhi
sunnah Rasul.[1]
Pragmatisme juga mengajarkan bahw kebenaran tidaklah sekedar berfungsi atau
berguna, tetapi juga harus mempunyai kegunaan kongkrit.
c.
Kebenaran
Korespondensi
Sesuatu
(pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung
didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju
oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif,
artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada
fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya,
Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Semarang.
Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Semarang.
d.
Kebenaran
Koherensi
Sesuatu
(pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika
deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA harus
mengikuti kegiatan Ospek. Rofika adalah mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA, jadi
harus mengikuti kegiatan Ospek.[2]
e.
Kebenaran
Performatif
Bagi
Lacey A. R, sebagaimana dikutip Ali Mudhofir, menjelaskan bahwa teori kebenaran
performatif (performative theory of truth) menekankan pada kata benar. Maksud
dari kata itu ialah jika suatu ungkapan dipandang benar jika dapat diwujudkan
dalam bentuk tindakan konkrit. Sebaliknya akan menjadi tidak bermakna bila
tidak bisa terwujud dalam tampilan senyatanya. Seperti seorang yang mengatakan
“Saya bisa membaca Al Qur’an”. Ketika disodorkan mushaf ataupun juz ‘amma
kepadanya untuk dibaca, dan ternyata ia bisa maka pernyataannya benar. Akan
tetapi itu menjadi tidak bermakna apabila yang terjadi sebaliknya, yaitu ia
tidak bisa membacanya.[3]
2.
TEORI
KEBENARAN NON ILMIAH
a.
Pengetahuan
Biasa
Penganut
teori ini disebut dengan realisme. Teori ini mempunyai pandangan realitas
terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat).
Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah kopi yang asli yang ada
diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dlam foto.
Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat jika
sesuai dengan kenyataan.[4]
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari proses tahu (tahap awal),dan
hasilnya disebut pengetahuan biasa (tahap kedua). Tahap ketiga ialah ilmu
pengetahuan atau pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang tingkat
vasiliditasnya diatas pengetahuan biasa. Contoh pengetahuan biasa, “setiap
orang tahu bahwa api itu panas.” Pengetahuan tersebut diperoleh dengan cara
kontak atau pengalaman (indrawi) antara subjek dengan objek.[5]
b.
Wahyu
Dalam kamus bahasa
indonesia, wahyu yang berasal dari bahasa arab, berarti adalah perwujudan
(sepeti orang, dan sebagainya) sebagai apa yang terlihat dalam mimpi. Art
lainya adalah petunjuk atau ajaran tuhan yang di turunkan dengan perwujudan
dalam mimpi, dan sebagainya.
Arti wahyu secara umum adalah bisikan, isyarat atau petunjuk ,
ilham, perintah, perundingan rahasia. Dalam syara”, wahyu adalah pengetahuan
yang diperoleh Nabi atau Rasul, yang berasal dari allah dengan perantara/ tidak
melalui perantara ( malaikat, mimpi, indra, lonceng). Manusia tidak akan
mengetahui hakikat wahyu secara pasti, hanya Allahlah yang mengetahui
hakekatnya. Logikanya, sesuatu yang dibawa/ disampaikan oleh orang yang terkenal jujur dan terpelihra dari kesalahan
.[6]
c.
Mitos
Mitos itu diturunkan
secara subyektif, dalam arti kebenaranya hanya berlaku dimana berlaku dalam
masyarakatnya, dan tidak ada kaitan antara pengalaman dan penuturan. Mitos
berarti menghindar realitas, bukan menghadapi realitas. Seperti ruwatan,
patung, sesaji yang dianggap symbol yang dapat menghindarkan malapetaka.
Mitos biasanya efektif
sebagai alat komunikasi massa. Mitos akan hidup tatkala rakyat tertekan da n
penuh harapan. Mitos dapat juga mendorong per buatan. Misal mitos tentang ratu
kidul, masyarakat antusias datang kepantai seklatan melakukan ritual dan sesaji
berharap agar hidupnya selamat, aman dan tentram.
Keyakinan adalah
kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat
sukar untuk dibedakn. Adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia
merupakan pematangan dari kepercayaan.
d.
Mistik
Mistik atau disebut
juga dengan spiritual adalah teori yang masuk dalam supra-rasional, kadang
memiliki bukti empiris, tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara
empiris. Spiritualisme adalah ajaran yang menytakan bahwa kenyataan yang
terdalam adalah roh (Pneuma, Nus, Reason, logos) yaitu roh yang mengisi dan
mendasari seluruh alam. Spiriualisme dalam arti ini dilawankan dengan materialisme. Spiritualisme
kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistik yang menyatakan adanya roh
mutlak. Dunia indera dalam pengertian ini dipandang sebagai dunia idea.[7]
e.
Intuisi
Menurut Henry Bergson
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip
dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan
kemampun ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi
adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang
nisbi.
Menurutnya, intuisi
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat
analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara
simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung
dan seketika. Analisis atau pengetahuan yang diperoleh lewat pelukisan tidak
dapat menggantikan hasil pengenalan intuisi.[8]
Intuisi
bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebaga dasar untuk menyus
un pengetahuan
secara teratur maka ituisi tidak bisa diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat
dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan
yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling
membantu dalam menentukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman
puncak (peak experience). Sedangkan bagi Nietzsche merupakan inteligensi yang
paling tinggi.[9]
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal,
Filsafat Ilmu, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
http://caturpambudy.blogspot.co.id/2012/04/makalah-kebenaran-non-ilmiah.html ,
diakses pada 09-05-2017.
Suhasti Ermi, filsafat
ilmu,yogyakarta : prajnya media 2012.
Tim Dosen, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:Lyberty, 2010.
Sadullah Uyoh, Pengantar
Filsafat Pendidikan, PT. Alfabeta, Bandung: 2008.
http://www.afdhalilahi.com/2014/11/kebenaran-ilmiah.html , diakses
pada 10-05-2017.
Khoiruddin,Isro
“IZIN POLIGAMI KARENA DORONGAN ISTERI: STUDI PUTUSAN NO. 790/PDT.G/2013/PA.
SMN”, Jurnal Al Ahwal, Vol 8, No 2 Tahun 2015, download http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/Ahwal/article/view/936 , akses pada 18 Maret 2017.
[1] Isro
Khoiruddin, “IZIN POLIGAMI KARENA DORONGAN ISTERI: STUDI PUTUSAN NO.
790/PDT.G/2013/PA. SMN”, Jurnal Al Ahwal, Vol 8, No 2 Tahun 2015, download
http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/Ahwal/article/view/936 ,
akses pada 18 Maret 2017.
[2] Uyoh Sadullah,
Pengantar Filsafat Pendidikan, PT. Alfabeta, Bandung: 2008. Hlm. 33-37
[4] Amsal Bakhtiar,
Filsafat Agama, (Jakarta : Logo, 1997), cet. I, hlm. 38.
[5] Ermi suhasti,
filsafat ilmu,(yogyakarta : prajnya media,jan 2012),cet. I, hlm. 67.
[6] Ibid, hlm.68.
[7] Tim Dosen, Filsafat
Ilmu, (Yogyakarta:Lyberty, 2010), cet. Kelima,
hlm. 35.
[8] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:RajaGrafindo
Persada, 2004), edisi revisi, hlm. 107 – 108.
[9] http://caturpambudy.blogspot.co.id/2012/04/makalah-kebenaran-non-ilmiah.html , diakses pada 09-05-2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar